Soko Berita

Sinergi Kementan dan BPOM dalam Kembangkan Obat Herbal, Dorong Potensi Ekonomi Rp300 Triliun

Saat ini, Indonesia memiliki 30.000 spesies tanaman yang berpotensi sebagai obat, di mana sebanyak 17.264 telah diidentifikasi sebagai obat asli Indonesia.

By Rosmery C Sihombing  | Sokoguru.Id
27 Maret 2025

Kepala BPOM Taruna Ikrar bersama Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU)  tentang Pengawasan Obat dan Makanan dalam Rangka Peningkatan Keamanan, Mutu, Gizi, dan Daya Saing Produk Pertanian, di Kantor Kementan,  Rabu (26/3).

SOKOGURU, Jakarta– Seluruh bidang pangan khususnya yang berkaitan dengan obat dan makanan dari tumbuhan asli Indonesia yang dikelola industri obat herbal nasional berpotensi menyumbang Rp300 triliun bagi perekonomian Indonesia.

Untuk mengembangkan potensi tersebut Kementerian Pertanian (Kementan) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menandatangani Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding atau MoU). 

MoU tentang Pengawasan Obat dan Makanan dalam Rangka Peningkatan Keamanan, Mutu, Gizi, dan Daya Saing Produk Pertanian itu ditandatangani oleh Menteri Pertanian (Mentan), Andi Amran Sulaiman dan Kepala BPOM, Taruna Ikrar di Kantor Kementan, Jakarta Rabu (26/3).

“Kerja sama ini merupakan langkah penting dalam mewujudkan pangan aman, obat aman, dan gizi yang lebih baik bagi masyarakat,” ujar Mentan Amran dalam keterangan resmi Kementan, Kamis (27/3).

Baca juga: Kemenperin: Penggunaan Fitofarmaka Dukung Industri Herbal Dalam Negeri Berkelanjutan

Ia juga mengapresiasi upaya BPOM dalam memastikan keamanan produk kosmetik, yang secara konsisten melindungi masyarakat dari penggunaan bahan ilegal.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, sejalan dengan gagasan Presiden, pemerintah akan membangun koperasi desa yang di dalamnya akan mencakup apotek desa. 

Inisiatif itu akan berkolaborasi dengan BPOM untuk menghasilkan obat herbal yang lebih murah dan aman.

“Nanti akan ada apotek desa di setiap desa seluruh Indonesia yang bekerja sama dengan BPOM untuk menghasilkan obat herbal. Jika sudah ditemukan formulasi yang tepat, kita akan mengembangkannya lebih lanjut,” imbuhnya. 

Amran memberi contoh di Papua terdapat buah merah yang diketahui memiliki potensi sebagai obat tekanan darah. Produk-produk herbal seperti itu perlu dikembangkan dan diteliti lebih lanjut agar dapat menjadi solusi kesehatan berbasis sumber daya alam Indonesia.

Baca juga: Fasilitas Produksi Obat Bahan Alam Bisa Pacu Industri Herbal Bersaing di Pasar Global

“Kita berada di negara tropis dengan ribuan komoditas yang belum sepenuhnya dimanfaatkan. Tidak menutup kemungkinan kita bisa menemukan varietas baru yang bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi bangsa ini,” tambahnya.

 

Pastikan ketersediaan bahan baku 

Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menegaskan bahwa kerja sama dengan Kementan menjadi kunci dalam memastikan ketersediaan bahan baku berkualitas bagi industri farmasi berbasis produk pertanian. 

Saat ini, Indonesia memiliki 30.000 spesies tanaman yang berpotensi sebagai obat, di mana 17.264 telah diidentifikasi sebagai obat asli Indonesia. 

Namun, dari jumlah tersebut, baru 78 jenis yang telah naik status menjadi Obat Herbal Terstandar (OHT) dan hanya 21 yang mencapai tingkat fitofarmaka. 

Jika potensi itu dikelola dengan baik, nilai ekonominya bisa mencapai Rp300 triliun per tahun, berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan industri kesehatan dan farmasi nasional.

“Potensi pengembangan obat asli Indonesia sangat besar, hingga mencapai Rp300 triliun. Dengan kerja sama yang lebih erat, kita bisa memastikan bahan baku yang aman, berkualitas, dan terstandarisasi sehingga dapat dimanfaatkan secara luas oleh industri farmasi,” jelas Taruna.

Baca juga: PNM dan BPOM Berkolaborasi Dukung UMKM Pangan Miliki Sertifikasi

Ia juga menegaskan penelitian dan pengembangan (R&D) dalam sektor farmasi berbasis bahan alam sangat bergantung pada sumber daya pertanian yang berada di bawah kewenangan Kementan. 

Oleh karena itu, pengembangan konsep apotek hidup akan terus disinkronkan dengan program Kementan guna memastikan pemanfaatan bahan baku alami secara optimal.

Menurut Taruna, sinergi antara Kementan dan BPOM tidak hanya bertujuan meningkatkan industri obat herbal, tetapi juga mendukung program nasional terkait swasembada pangan. 

Dengan memastikan keamanan dan kesehatan dari produk pertanian yang digunakan dalam pangan dan obat-obatan, BPOM berkomitmen untuk terus mengembangkan regulasi dan pengawasan guna melindungi masyarakat.

“Kami berkomitmen untuk melakukan pengembangan obat-obatan berbasis bahan alam dan mendukung program pangan aman yang menjadi bagian dari kebijakan Presiden dalam mencapai swasembada pangan. Keamanan dan kesehatan produk yang dikonsumsi masyarakat adalah prioritas utama kami,” tegasnya.

Dalam MoU yang ditandatangani itu, sambungnya, terdapat beberapa poin tujuan yakni meningkatkan keamanan, mutu, gizi, dan daya saing pangan yang berasal dari produk pertanian.

“Selain itu, MoU ini bertujuan untuk memperkuat integritas peredaran bahan obat dan obat, termasuk pengendalian resistensi antimikroba di sektor kesehatan manusia dan hewan,” ungkapnya.

Dengan adanya kerja sama tersebut, sambung Taruna, BPOM dan Kementan optimistis dapat meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan, memperkuat perlindungan kesehatan masyarakat, serta mendorong daya saing produk pertanian dan farmasi Indonesia di pasar internasional.

Kepala BPOM juga menyampaikan apresiasi kepada Mentan Amran atas terjalinnya kerja sama ini dan berharap kolaborasi strategis antara BPOM dan Kementan dapat terus berkembang. 

“Dengan langkah ini, diharapkan industri obat berbasis bahan alam bisa semakin maju, membuka peluang ekonomi baru, serta menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dalam sektor farmasi berbasis herbal di tingkat internasional,” tutupnya. (SG-1).